Wednesday, 6 September 2017

Surat Kecil Untuk Rindu




September telah tiba. Dan musim hujan sudah berganti menjadi sedikit kemarau. Rindu berkepanjangan itu juga mulai sedikit luruh bersama hujan yang digantikan oleh angin yang berhembus kencang. Sesekali hinggap, singgah sesaat. Sesekali menghilang, lenyap begitu saja.
Aku duduk termenung sembari membuka buku catatanku. Aku singkap tiap lembarnya. Saat aku menemukan titik kosong, tanganku bergerak untuk mulai menulis bait demi bait cerita. Tentang rinduku.

Iya, rinduku masih sama. Rindu yang tak kunjung berakhir. Olehku yang kubiarkan memenuhi segala ruang yang masih kosong. Dariku yang sengaja aku endapkan agar tidak menjadi sebuah pengharapan. Sesungguhnya aku mulai lelah, sedikit berharap bahwa tidak ada lagi kata “rindu”. Namun, sepertinya aku lagi-lagi gagal untuk menghapus kata itu. Hingga saat ini, aku mengakui… “aku kalah”.

Catatanku hampir ada dilembar terakhir, tinggal beberapa halaman lagi aku bisa membiarkan tanganku berbicara melalui tulisan. Aku ingin memberikan sedikit kata penutup jika memang benar-benar rinduku sudah berujung. Tapi, siapa yang bisa menebak waktu. Bahkan aku sendiri pun tidak pernah tahu, kapankah letak bahagia itu menjadi sebuah arti rindu yang selalu aku harapkan. Kapankah aku bisa memenuhi isi tulisanku tanpa ada kata “seandainya..:. itu hanyalah sebuah kiasan yang belum aku sempurnakan.

Harapanku, mimpiku, bahkan angan-anganku, semua tentang akhir dari rindu itu. Rindu yang saat ini masih sama. Masih begitu jelas tiap detailnya untuk aku biarkan singgah disini. Percayalah, kamu pasti benci kata “menunggu”. Aku pun begitu, merasa ada kesesakan disini setiap aku mulai menulis kata itu. Dan hebatnya, diriku melakukan untuk terus menunggu sampai rindu ini Engkau sambut dengan kata “ini bahagiamu”

Waktu terasa menjadi percuma ketika terus menunggu. Semua hal terlihat begitu sia-sia ketika tidak ada balasan dari apa yang telah kamu habiskan selama ini. Iya, se-lama ini.

Tapi, aku mulai tersadar ketika aku menemukan sebuah kata dalam kalimat terakhir di catatanku hari ini. “sabar”. Adalah kalimat yang memiliki sejuta arti ketika kata itu diucapkan. Kalimat yang memiliki keampuhan tersendiri untukku yang terus-terusan mencitpa kata “menunggu” dalam catatanku.

Aku hanya ingin, ketika aku sudah tidak bisa menulis lagi di buku catatanku ini, ceritaku masih harus berlanjut. Disana, masih banyak buku yang tersimpan di ruangku. Semuanya masih kubiarkan kosong. Bersih dan belum tergores oleh permainan tanganku. Bukan rindu yang menyakitkan yang seharusnya aku tulis, tapi rindu yang membahagiakan yang akan selalu aku jadikan sebuah tema dalam tulisanku.

Kututup buku catatanku, kutengadahkan kedua tanganku menghadap langit. Kemarau ini hanyalah sesaat yang akan kulewati menjemput rindu.”

                                                                                         -Tentang rindu yang belum berujung-



*no galau-galau ya teman-teman. InsyaAllah semua akan dikasih jalan terbaik. Perbanyak do'a, perbanyak dzikir, perbanyak ikhtiar. Semua pasti ada jalannya masing-masing dan akan ada yang terbaik dari semua yang baik. Selalu Husnudzonbillah (berprasangka baik kepada Allah). Allah sudah menentukan titik qodarnya masing-masing hambaNya. Nikmat hidup, nikmat rezeki, nikmat sehat, dan nikmat jodoh semua sudah Allah atur. jadi, selama kita menempatkan Allah dalam segala urusan, InsyaAllah akan ada kemudahan disetiap kesulitan, dan akan ada kebahagian disetiap kesedihan. you can be great if you always with Allah in everywhere, everytime, and everymoments.*


---

No comments:

Post a Comment