September telah tiba. Dan musim hujan sudah berganti
menjadi sedikit kemarau. Rindu berkepanjangan itu juga mulai sedikit luruh
bersama hujan yang digantikan oleh angin yang berhembus kencang. Sesekali hinggap,
singgah sesaat. Sesekali menghilang, lenyap begitu saja.
Aku duduk termenung sembari membuka buku catatanku. Aku singkap
tiap lembarnya. Saat aku menemukan titik kosong, tanganku bergerak untuk mulai
menulis bait demi bait cerita. Tentang rinduku.
Iya, rinduku masih sama. Rindu yang tak kunjung berakhir. Olehku
yang kubiarkan memenuhi segala ruang yang masih kosong. Dariku yang sengaja aku
endapkan agar tidak menjadi sebuah pengharapan. Sesungguhnya aku mulai lelah,
sedikit berharap bahwa tidak ada lagi kata “rindu”. Namun, sepertinya aku
lagi-lagi gagal untuk menghapus kata itu. Hingga saat ini, aku mengakui… “aku
kalah”.
Catatanku hampir ada dilembar terakhir, tinggal beberapa
halaman lagi aku bisa membiarkan tanganku berbicara melalui tulisan. Aku ingin
memberikan sedikit kata penutup jika memang benar-benar rinduku sudah berujung.
Tapi, siapa yang bisa menebak waktu. Bahkan aku sendiri pun tidak pernah tahu,
kapankah letak bahagia itu menjadi sebuah arti rindu yang selalu aku harapkan. Kapankah
aku bisa memenuhi isi tulisanku tanpa ada kata “seandainya..:. itu hanyalah
sebuah kiasan yang belum aku sempurnakan.
Harapanku, mimpiku, bahkan angan-anganku, semua tentang
akhir dari rindu itu. Rindu yang saat ini masih sama. Masih begitu jelas tiap detailnya
untuk aku biarkan singgah disini. Percayalah, kamu pasti benci kata “menunggu”.
Aku pun begitu, merasa ada kesesakan disini setiap aku mulai menulis kata itu. Dan
hebatnya, diriku melakukan untuk terus menunggu sampai rindu ini Engkau sambut
dengan kata “ini bahagiamu”
Waktu terasa menjadi percuma ketika terus menunggu. Semua hal
terlihat begitu sia-sia ketika tidak ada balasan dari apa yang telah kamu
habiskan selama ini. Iya, se-lama ini.
Tapi, aku mulai tersadar ketika aku menemukan sebuah kata
dalam kalimat terakhir di catatanku hari ini. “sabar”. Adalah kalimat yang
memiliki sejuta arti ketika kata itu diucapkan. Kalimat yang memiliki keampuhan
tersendiri untukku yang terus-terusan mencitpa kata “menunggu” dalam catatanku.
Aku hanya ingin, ketika aku sudah tidak bisa menulis lagi di
buku catatanku ini, ceritaku masih harus berlanjut. Disana, masih banyak buku
yang tersimpan di ruangku. Semuanya masih kubiarkan kosong. Bersih dan belum
tergores oleh permainan tanganku. Bukan rindu yang menyakitkan yang seharusnya
aku tulis, tapi rindu yang membahagiakan yang akan selalu aku jadikan sebuah
tema dalam tulisanku.
Kututup buku catatanku, kutengadahkan kedua tanganku
menghadap langit. Kemarau ini hanyalah sesaat yang akan kulewati menjemput
rindu.”
-Tentang rindu yang belum berujung-
*no galau-galau ya teman-teman. InsyaAllah semua akan dikasih jalan terbaik. Perbanyak do'a, perbanyak dzikir, perbanyak ikhtiar. Semua pasti ada jalannya masing-masing dan akan ada yang terbaik dari semua yang baik. Selalu Husnudzonbillah (berprasangka baik kepada Allah). Allah sudah menentukan titik qodarnya masing-masing hambaNya. Nikmat hidup, nikmat rezeki, nikmat sehat, dan nikmat jodoh semua sudah Allah atur. jadi, selama kita menempatkan Allah dalam segala urusan, InsyaAllah akan ada kemudahan disetiap kesulitan, dan akan ada kebahagian disetiap kesedihan. you can be great if you always with Allah in everywhere, everytime, and everymoments.*
---
No comments:
Post a Comment