Monday, 25 September 2017

Perjalanan : Muncak Teropong Laut




Mengisi waktu liburan dengan jalan-jalan adalah salah satu hal yang menyenangkan bagi saya. Jalan-jalan bersama sahabat kesayangan lebih mengasyikkan dan membuat perjalanan lebih berkesan. Waktu itu, saya bersama teman-teman pergi kesuatu tempat yang juga hits di Lampung yaitu ke Muncak Teropong Laut. Tempat ini merupakan salah satu tempat wisata yang sedang hits di Lampung dan menjadi salah satu destinasi wisata paling favorit di Lampung. Muncak Teropong Laut berlokasi di Desa Muncak, Pesawaran, Bandar Lampung, Provinsi  Lampung. Saya bersama teman-teman menempuh perjalanan sekitar 1 jam dari Bandar lampung. Perlu perjuangan yang ekstra untuk menuju lokasi karena keberadaannya yang berada di puncak (dataran tinggi)

Wisata di tempat ini menawarkan keindahan pesona pulau dan teluk Lampung secara landscape. Dipadu dengan spot-spot foto yang cukup menarik dan instagram-able  banget, jadi banyak sekali pengunjung yang ingin berwisata di tempat ini. At least, kalian harus hati-hati saat berkeliling atau menikmati wahana spot foto disekitar lokasi, karena sangat curam dan cukup tinggi. Untuk orang yang takut ketinggian (seperti saya :D) harus bisa memilih spot foto yang sekiranya aman dan tetep memilih view yang bagus untuk take a picture disekitar lokasi.



Keindahan suasana Muncak Teropong Laut tak hanya dinikmati saat siang atau sore saja, kalian akan memperoleh pengalaman berkesan saat menikmati suasana di waktu malam hari. Kalian bisa menyaksikan puluhan kapal nelayan di lautan sampai gemerlap lampu-lampu yang menghiasi kota Bandar Lampung.

Harga tiket masuk Muncak Teropong Laut cukup murah yaitu sekitaran Rp5.000-10.000. tersedia juga penjual makanan dan minuman yang juga sangat ekonomis bagi pengunjung yang ingin membeli makanan di Lokasi. Yuk, mari lestarikan alam wisata di tanah tercinta. Selamat berlibur teman-teman.


Wednesday, 13 September 2017

Menulis Diary




Beberapa malam yang lalu, iseng tangan ini meraih sebuah buku yang sudah agak berdebu dari rak. Beberapa bulan ini saya tak pernah lagi bercerita, mencorat-coret, dan berkeluh kesah pada sebuah buku yang sudah lusuh. Catatan harian atau diary, begitu kita biasa menyebutnya. Mengapa saya bisa selama itu tidak menggoreskan pena lagi di atasnya? Entahlah, saya pun tak mengerti kenapa. Saya tetap menulis, tapi memang tak lagi di buku diary itu. Tapi kelusuhan sang diary justru mengusik memori saya agar kembali bercengkerama dengannya. Rasanya tangan ini gatal untuk bercerita, terkadang menulis sambil tersenyum, bersama diary.

Saya pernah mencoba mengganti kebiasaan menulis diary secara manual (di buku) dengan menulis diary di komputer. Sempat beberapa bulan kebiasaan tersebut berlangsung. Tapi saya tak menemukan jiwanya. Rasanya, menulis dengan pulpen itu lebih mengalirkan emosi ke tulisan yang kita bubuhkan di diary. Setelah saya baca ulang, kesannya memang berbeda antara tulisan di buku dengan tulisan yang dibuat di komputer.

Bagi mereka yang keranjingan menulis diary, pasti paham betul bahwa diary bukanlah sekadar kumpulan kertas. Diary seperti lukisan yang bisa bercerita tentang sebuah peristiwa di masa lalu. Saya bisa saja tersenyum ataupun sedih saat membaca tulisan-tulisan yang pernah saya buat di diary. (senyum-senyum juga sih )

Nah, lalu apa motif sebenarnya dari seseorang yang gemar menulis diary? Beberapa teman yang dulu pernah saya tanyakan, kebanyakan menjawab menulis diary sebagai sebuah pelampiasan. Diary dianggap sebagai teman yang bisa menampung segala keluh kesah, tanpa pernah marah ataupun menggurui. Saya sendiri mulai menulis diary sejak saya SD (kelas 6). Dulu rutinitas menulis diary, benar-benar setiap hari, dimulai dari kelas 6 SD sampai SMP, pas saya SMA hingga saya kuliah kebiasaan menulis diary masih saya lakukan meskipun tidak sesering dulu. Kurang lebih hampir segitu lamanya.

Awalnya ketika SD sampai SMP, saya hanya menulis masalah remeh temeh seputar kehidupan sekolah, masalah persahabatan, masalah suka sukaan, sampai masalah guru yang terlihat menakutkan. Tapi beranjak SMA, saya mulai menempatkan diary sebagai seorang teman. Ketika SMA, saya mulai menulis hal-hal yang menurut saya itu penting untuk didokumentasikan dalam diary. Banyak hal-hal indah yang perlu saya catat dan perlu saya simpan. Sampai saat inipun saya masih melakukannya, hingga ada banyak buku diary saya yang terjejer rapi dalam rak buku saya.

Mungkin anda bingung, bagaimana diary yang hanya berupa lembaran kertas bisa menjadi teman bagi manusia? Begini, memiliki diary berarti membuat kita selalu menulis. Artinya, kita akan selalu menyampaikan apa yang kita lihat, kita dengar, kita alami, serta rasakan kedalam bentuk tulisan. Aktivitas membaca kembali catatan yang sudah kita tuliskan, sebenarnya adalah cara sederhana untuk mengenali siapa diri kita. Lebih jauh lagi, dengan menulis diary, sebenarnya bisa menjadi semacam terapi untuk mengatasi kecemasan (menurut saya sih)

Diary itu seperti cermin buat diri kita. Logikanya, dengan menulis, kita berarti mencoba melepaskan apa yang kita alami kedalam sebuah tulisan. Misalkan kalian sedang memikirkan kenapa tadi kalian tidak bisa menghasilkan ide cemerlang ketika diskusi dengan teman atau saat kuliah berlangsung. Padahal kalian yakin kalau kalian mampu melakukan itu. Nah, cobalah ambil pulpen, kemudian tuliskan apa yang kalian alami dan rasakan selama belajar tadi. Cobalah menulis secara kronologis. Tapi tak usah terlalu banyak memilih kata-kata, cukup tuliskan saja. Kalau sudah selesai, letakkan sejenak tulisan itu. Kemudian silakan baca lagi. Saya tidak menjamin, tapi kemungkinan besar kalian akan menemukan alasan kenapa tadi kalian bisa buntu ide.

Nah, menulis diary seperti meletakkan sebuah peristiwa keluar dari diri kita. Kita kemudian bisa melihat peristiwa itu secara objektif, tidak lagi dari sisi “aku”. Peristiwa yang hanya kita kenang dalam pikiran, cenderung akan menjadi biasa dan penuh penilaian yang subjektif. Saya pikir, menulis diary adalah salah satu media latihan untuk mengasah kemampuan menulis. Proses menulis diary cenderung terbebas dari faktor ingin dikenal dan dipuji orang lain.

Memang saat ini banyak orang yang menjadikan kisah hidup mereka sebagai santapan pembaca lewat blog atau media sosial lainnya. Tapi saya kira sebagian besar penulis diary menyimpan kisah mereka untuk konsumsi pribadi. Jadi, menulis diary adalah latihan yang baik untuk mengasah kepekaan melihat dan memberikan penilaian terhadap sebuah peristiwa. Kelak kalian akan sangat menikmati ketika membaca halaman demi halaman kisah hidup yang sudah kalian tuliskan. Percayalah, saya sudah membuktikannya…



Wednesday, 6 September 2017

Surat Kecil Untuk Rindu




September telah tiba. Dan musim hujan sudah berganti menjadi sedikit kemarau. Rindu berkepanjangan itu juga mulai sedikit luruh bersama hujan yang digantikan oleh angin yang berhembus kencang. Sesekali hinggap, singgah sesaat. Sesekali menghilang, lenyap begitu saja.
Aku duduk termenung sembari membuka buku catatanku. Aku singkap tiap lembarnya. Saat aku menemukan titik kosong, tanganku bergerak untuk mulai menulis bait demi bait cerita. Tentang rinduku.

Iya, rinduku masih sama. Rindu yang tak kunjung berakhir. Olehku yang kubiarkan memenuhi segala ruang yang masih kosong. Dariku yang sengaja aku endapkan agar tidak menjadi sebuah pengharapan. Sesungguhnya aku mulai lelah, sedikit berharap bahwa tidak ada lagi kata “rindu”. Namun, sepertinya aku lagi-lagi gagal untuk menghapus kata itu. Hingga saat ini, aku mengakui… “aku kalah”.

Catatanku hampir ada dilembar terakhir, tinggal beberapa halaman lagi aku bisa membiarkan tanganku berbicara melalui tulisan. Aku ingin memberikan sedikit kata penutup jika memang benar-benar rinduku sudah berujung. Tapi, siapa yang bisa menebak waktu. Bahkan aku sendiri pun tidak pernah tahu, kapankah letak bahagia itu menjadi sebuah arti rindu yang selalu aku harapkan. Kapankah aku bisa memenuhi isi tulisanku tanpa ada kata “seandainya..:. itu hanyalah sebuah kiasan yang belum aku sempurnakan.

Harapanku, mimpiku, bahkan angan-anganku, semua tentang akhir dari rindu itu. Rindu yang saat ini masih sama. Masih begitu jelas tiap detailnya untuk aku biarkan singgah disini. Percayalah, kamu pasti benci kata “menunggu”. Aku pun begitu, merasa ada kesesakan disini setiap aku mulai menulis kata itu. Dan hebatnya, diriku melakukan untuk terus menunggu sampai rindu ini Engkau sambut dengan kata “ini bahagiamu”

Waktu terasa menjadi percuma ketika terus menunggu. Semua hal terlihat begitu sia-sia ketika tidak ada balasan dari apa yang telah kamu habiskan selama ini. Iya, se-lama ini.

Tapi, aku mulai tersadar ketika aku menemukan sebuah kata dalam kalimat terakhir di catatanku hari ini. “sabar”. Adalah kalimat yang memiliki sejuta arti ketika kata itu diucapkan. Kalimat yang memiliki keampuhan tersendiri untukku yang terus-terusan mencitpa kata “menunggu” dalam catatanku.

Aku hanya ingin, ketika aku sudah tidak bisa menulis lagi di buku catatanku ini, ceritaku masih harus berlanjut. Disana, masih banyak buku yang tersimpan di ruangku. Semuanya masih kubiarkan kosong. Bersih dan belum tergores oleh permainan tanganku. Bukan rindu yang menyakitkan yang seharusnya aku tulis, tapi rindu yang membahagiakan yang akan selalu aku jadikan sebuah tema dalam tulisanku.

Kututup buku catatanku, kutengadahkan kedua tanganku menghadap langit. Kemarau ini hanyalah sesaat yang akan kulewati menjemput rindu.”

                                                                                         -Tentang rindu yang belum berujung-



*no galau-galau ya teman-teman. InsyaAllah semua akan dikasih jalan terbaik. Perbanyak do'a, perbanyak dzikir, perbanyak ikhtiar. Semua pasti ada jalannya masing-masing dan akan ada yang terbaik dari semua yang baik. Selalu Husnudzonbillah (berprasangka baik kepada Allah). Allah sudah menentukan titik qodarnya masing-masing hambaNya. Nikmat hidup, nikmat rezeki, nikmat sehat, dan nikmat jodoh semua sudah Allah atur. jadi, selama kita menempatkan Allah dalam segala urusan, InsyaAllah akan ada kemudahan disetiap kesulitan, dan akan ada kebahagian disetiap kesedihan. you can be great if you always with Allah in everywhere, everytime, and everymoments.*


---

Sunday, 3 September 2017

Perjalanan : Pantai Dewi Mandapa



Waktu itu, saya bersama teman-teman pergi holiday kilat dan dadakan ke Pantai Dewi Mandapa. Pantai ini merupakan salah satu pantai yang sedang hits di Lampung dan menjadi salah satu destinasi wisata paling favorit di Lampung, khususnya dikalangan anak muda. Pantai ini berlokasi di Pesawaran, Lampung. Saya bersama dua sahabat  saya berangkat dari Bandar Lampung pukul 03.00 pm dan tiba di lokasi pukul 04.00 pm. Kurang lebih hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk sampai ke Pantai Dewi Mandapa (berangkat dari Bandar lampung ya).

Pantai Dewi Mandapa menurut saya masih tergolong baru, sehingga belum terlalu banyak pengunjung. Mungkin karena waktu itu saya kesana sore hari dan bukan weekend ataupun hari libur jadi pengunjungnya tidak terlalu banyak. Memang lebih baik, waktu pagi hari sebelum matahari terlalu terik ataupun sore hari sebelum matahari terbenam adalah waktu yang pas untuk berkunjung di Pantai ini.

Untuk memasuki spot lokasi Pantai Dewi Mandapa ini, pengunjung hanya perlu membayar Rp10.000 per motor tepat di portal pintu masuk. Kemudian biaya parkir Rp 2.000 per motor. Hal yang sangat menarik dari Pantai ini adalah kita bisa menikmati pemandangan laut lepas yang sebenarnya. Dari area ini hembusan angin pantai yang sangat sejuk sangat membuat nyaman dan bikin betah untuk terus berkeliling di Pantai ini. Kebetulan waktu itu karna saya kesana sore hari jadi sangat sejuk dan tidak terlalu panas. 

Terdapat dua spot menarik yang dapat dipilih untuk sekadar selfie, wefie, ataupun duduk santai. Tempat pertama yaitu bernama Pulau Cinta. Adalah pulau kecil dengan bentuk yang hampir menyerupai bentuk love bila dilihat dari atas. Spot kedua adalah rerimbunan pohon bakau yang sudah disulap sedemikian rupa menjadi semacam beranda yang mengapung di tengah laut. Untuk masuk kedua spot tersebut saya harus membayar biaya Rp 10.000 di setiap spot. Waktu itu saya hanya masuk di spot yang kedua karena keterbatasan waktu (alasan klasik).




Untuk kalian yang belum pernah berkunjung ke Pantai ini, bisa menggunakan aplikasi Google Maps untuk penunjuk jalan. Karena jalannya yang tidak terlalu jauh, sehingga perjalanan untuk ke pantai ini tidak memakan waktu lama dan karena lokasi yang sangat mudah dicari. Selamat berkunjung teman-teman.

( teman-teman bisa membaca cerita perjalanan saya di Pesisir Barat dan di Bromo yang sudah saya pos sebelumnya. semoga terinspirasi )