[Juli-2017] – “Setiap hari aku dirundung rasa
Penghujung bulan Juni kemarin, ada sebuah “Hujan” yang
datangnya tidak pernah aku prediksikan. Tidak pernah aku bayangkan dia datang
begitu derasnya. Hujan itu perlahan sangat menyejukkan. Dingin, hingga menusuk
sela-sela tulangku. Aku mulai membiasakan hawa dinginnya masuk dalam tubuhku. Kutengadahkan
jari-jari tanganku disetiap rintikannya. Sesekali menimpa pelan, sesekali dia
jatuh begitu keras. Berhenti sejenak, kemudian turun lagi. Membuatku mau tidak
mau harus menunggunya. Hujan terus turun seharian itu, hari hari berikutnya
masih selalu datang. Dalam hujan itu, aku masih selalu membayangkan dirimu
hadir disampingku. Mulai membangkitkan rasa kagumku lagi untukmu. Namun, seakan
tak ingin diduakan, hujan datang begitu lebat, deras, dan riuhnya air yang
mengalir semakin banyak. Hingga akhirnya, aku mulai menyerah lalu membiarkanmu
tetap diam dalam satu titik difikiranku. Kupalingkan wajahku di sebelah jendela
ruangan kamarku, disitulah aku bisa melihat hujan turun dan membiarkan
membasahi jari-jariku. Mengalir disela-sela jari tanganku. Dan akhirnya, aku
mulai mengaguminya.
Awal bulan Juli, cuaca masih tidak menentu. Hujan masih
sering mengguyur kota tempatku tinggal. Dan hari itu, adalah benar-benar hari
terburukku. Entah kenapa, hujan yang selalu kutunggu, tidak turun lagi. Langit masih
mendung, angin masih tetap berhembus begitu dingin. Namun hujan yang kutunggu
tetap tidak turun. Oh Tuhan, apakah
musim sudah mulai berganti. Apakah hujan itu hanya membuatku menjadi sedikit
lupa. Apakah hujan itu hanya sebagai pelipur sesaat saja. Entahlah—
Ku buka lagi buku catatan dalam tas kecilku. Ku catatkan
tanggal dimana hari itu hujan tidak turun (lagi). Aku membalik lembaran
dibelakangnya, membuka pelan. Mataku menyayup, hatiku mulai bergetar. Dan disitulah,
namamu masih begitu jelas tertulis. Iya, namamu lagi. Kali ini namamu begitu
lengkap dengan tanggal ku menuliskannya dalam buku ku. Tepatnya, tiga tahun
lalu aku menulis namamu. Tiga tahun, apakah menurutmu itu waktu yang
sebentar?
Adalah aku, seorang wanita yang terkadang merasa bodoh telah
mengagumimu. Adalah aku, seorang wanita yang tidak pantas untuk bisa bersamamu.
Adalah aku, seorang wanita yang selalu mendongeng dalam hati, berharap bisa
berjalan beriringan denganmu untuk sama-sama menuju surga-Nya. Adalah aku,
seorang wanita yang begitu jauh untuk kamu lihat bahkan untuk kamu fikirkan
barang sedetik saja tidak mungkin. Dan adalah aku, yang kadang tidak bisa
menahan rindu saat aku mulai jauh dari dirimu.
Semua begitu tertata, aku menjaga untuk tidak membuatmu
merasa terganggu. Bahkan hanya untuk menatapmu, aku pun tak kuasa. Aku menyiapkan
jarak, agar diriku tidak terlihat bodoh saat ada disekitarmu. Dan aku lebih
memilih diam, agar aku tidak terlihat gugup saat berbicara di depanmu.
Aku hanya seorang wanita yang tidak memiliki daya dan upaya
apapun. Kita bak bumi dan langit. Begitu jauh, hingga aku tidak mampu
menggapaimu. Terkadang rasa sedih tidak mampu aku tahan. Rasa takut pun juga
masih aku rasakan. Mungkin ini sudah menjadi resiko dalam diriku, karna telah
mengagumimu. Tahun berganti tahun, rasaku masih sama. Meskipun “Hujan” yang
datang silih berganti, aku tidak pernah bisa melupakan bahkan menghapus namamu
dalam catatanku. Ini terlihat sangat berlebihan, tapi itulah kenyataan yang aku
rasakan. Sulit.
Dalam ribuan detik itu, aku berjuang untuk tidak membuatmu
terganggu. Berjuang untuk terus menahan rasa kagumku dan berjuang agar semuanya
tidak terasa menyesakkan. Kecewa, pasti itu pernah. Putus asa, sudah pasti
sering terjadi. Aku mencoba untuk menciptakan bahagia agar hidupku tidak hanya
terfokus padamu. Aku memiliki mimpi, dan semua mimpiku belum terlihat nyata. Aku
hanya berharap, kelak dirimulah bisa menjadi salah satu mimpiku yang belum
menjadi nyata itu. Ah, itu hanya harapanku, yang masih kusebut dalam do’aku.
Do’a. Hanya dengan mendo’akanmu adalah caraku yang paling
tepat untuk bisa menggapaimu. Semoga Tuhan mengabulkan do’aku untukmu, agar
langkahmu dimudahkan dalam segala hal apapun. Termasuk kemustahilan yang aku
inginkan, yaitu langkahmu untuk menujuku dan sama-sama menuju Surga-Nya, berjalan
beriringan, saling melengkapi, saling membahagiakan, dan saling menjadi baik di
hadapanNya. Terkadang sedikit sesak saat aku mengucap kalimat itu, aku malu. Sangat-sangat
malu. Aku yang tidak ada apa-apanya dibandingkan wanita di luar sana yang
mungkin selalu kamu lihat, sedang aku hanyalah sebagian kecil kemungkinan untuk
kamu lihat telah berani melakukan hal itu. Namun, itulah adalah cara terbaik
bagiku. Caraku mengagumimu. Menjadikan Tuhan menjadi satu-satuNya tempat aku
meminta dan menjadi saksi perjuanganku dalam mengagumimu.
Sempat aku berfikir, apakah mengagumi seseorang
se-menyakitkan ini?. Mungkin tidak, faktanya aku sanggup menahannya. Aku mampu
melewatinya sekian hari. Dan sampai aku merasa, aku harus menyerah.
No comments:
Post a Comment